Kisi-kisi UKG Jenjang Sekolah Dasar terdiri dari 99 indikator esensial. Berikut kita bahas indikator 1-20.
1. Menguasai
substansi dan metodologi dasar keilmuan bahasa Indonesia yang mendukung
pembelajaran bahasa Indonesia SD/MI.
a. Memilih,
menata, dan merepresentasi materi ajar bahasa Indonesia SD berdasarkan
pemahaman tentang bagaimana siswa belajar bahasa Indonesia
1) Menganalisis karakteristik perkembangan
bahasa anak usia SD
Ross dan Roe (Zuchdi dan
Budiasih, 1997) membagi fase/tahap perkembangan bahasa anak seperti
berikut.Perkembangan membaca terjadi atas beberapa fase, yaitu sebagai
berikut.Fase kesatu, kelas I dan kelas II, anak usia 7 dan 8
tahun, sudah dapat membaca lancar dalam cerita sederhana. Mereka
sudah mengenal huruf, suku kata, dan kata untuk keperluan membaca
tersebut.Fase kedua, kelas III dan kelas IV, anak sudah dapat
menganalisis kata yang tidak diketahuinya menggunakan pola tulisan dan
kesimpulan yang didasarkan konteksnya Fase ketiga, kelas IV sampai SLTP,
pembelajaran membaca sudah meningkat bukan lagi pengenalan tulisan,
melainkan sudah pada tingkat pemahaman bahan bacaan. (Owens dalam Zuchdi,
1996/1997:20
1) Perkembangan
Fonologis
Sebelum masuk
SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa, tetapi
masih ada beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat. Menurut
Woolfolk (1990) sekitar 10 % anak umur 8 tahun masih mempunyai masalah
dengan bunyi s, z, v. Hasil penelitian Budiasih dan
Zuhdi (1997) menunjukkan bahwa anak kelas dua dan tiga melakukan
kesalahan pengucapan f, sy, dan ks diucapkan p,
s, k. Terkait dengan itu, Tompkins (1995) juga menyatakan bahwa ada sejumlah
bunyi bahasa yang belum diperoleh anak sampai menginjak usia kelas awal SD,
khususnya bunyi tengah dan akhir, misalnya v, zh, sh,ch. Bahkan pada
umur 7 atau 8 tahun anak masih membuat bunyi pengganti pada bunyi konsonan
kluster.Kaitannya dengan anak SD di Indonesia diduga pun mengalami
kesulitan dalam pengucapan r, z, v, f, kh, sh, sy, x, dan
bunyi kluster misalnya str, pr,pada kata struktur dan pragmatik.
Di samping itu, anak SD bahkan orang dewasa kadangkala ada yang
kesulitan mengucapkan bunyi kluster pada kata: kompleks,
administrasi diucapkan komplek dan adminitrasi. Agar hal itu tidak
terjadi, sejak di SD anak perlu dilatih mengucapkan kata-kata tersebut.
2) Perkembangan
Morfologis
Afiksasi bahasa Indonesia
merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal ini terjadi
karena satu kata dapat berubah makna akibat dari proses
afiksasinya (prefiks, sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata satu dapat
berubah menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan,
disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst.Zuhdi dan
Budiasih (1997) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula
bersifat hapalan. Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan
secara kasar tentang bentuk dan makna morfem. Akhirnya anak membentuk
kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada periode prasekolah
dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen.Berdasarkan
kerumitan afiksasi tersebut, perkembangan morfologis atau kemampuan
menggunakan morfem/afiks anak SD dapat diduga sebagai
berikut.:
a) Anak kelas
awal SD telah dapat mengunakan kata berprefiks dan bersufiks seperti
melempar dan makanan.
b) Anak
kelas menengah SD telah dapat mengunakan kata berimbuhan
simulfiks/konfiks sederhana seperti menjauhi, disatukan.
c) Anak
kelas atas SD telah dapat menggunakan kata berimbuhan
konfiks yang sudah kompleks misalnya diperdengarkan dan memberlakukan dalam
bahasa lisan atau tulisan.
3) Perkembangan
Sintaksis
Brown dan Harlon
(dalam Nurhadi dan Roekhan, 1990) berkesimpulan bahwa
kalimat awal anak adalah kalimat sederhana, aktif, afirmatif, dan berorientasi
berita. Setelah itu, anak baru menguasai kalimat tanya, dan ingkar. Berikutnya
kalimat anak mulai diwarnai dengan kalimat elips, baik pada kalimat berita,
tanya, maupun ingkar. Menurut hasil pengamatan Brown
dan Bellugi terhadap percakapan anak, memberi kesimpulan bahwa ada
tiga macam c ar a y a n g bi as a di t em p u h d al am m en g e mb
a n gk a n kal i m a t, y ai t u: pengembangan, pengurangan,
dan peniruan. Kedua peneliti ini sepakat bahwa peniruan merupakan
cara pertama yang ditempuh anak, meskipun peniruan yang dilakukan
terbatas pada prinsip kalimat yang paling pokok yaitu urutan kata.Cara yang
kedua yang ditempuh anak untuk mengembangkan kalimat mereka adalah
pengulangan dan pengembangan. Anak mengulang bagian kalimat yang memperoleh
tekanan, yaitu bagian kalimat kontentif, atau bagian kalimat
yang berisi pesan pokok, sedangkan bagian lain dihilangkan secara
sistematis. Oleh karena itu, bahasa anak disebut dengan
istilah tuturan telegrafis, karena mengandung pengurangan bagian kalimat secara
sistematis. Dilihat dari segi frase, menurut Budiasih dan Zuchdi (1997) bahwa
frase verba
lebih sulit dikuasai oleh
anak SD dibanding dengan frase nomina dan frase lainnya. Kesulitan
ini mungkin berkaitan dengan perbedaan bentuk kata kerja yang
menyatakan arti berbeda. Misalnya ditulis, menuliskan, ditulisi, dan
seterusnya.
Dari segi pola kalimat
lengkap, anak kelas awal cenderung menggunakan struktur sederhana bila
berbicara. Mereka sudah mampu memahami bentuk yang lengkap namun
belum dapat memahamai bentuk kompleks seperti kalimat pasif (Wood
dalam Crown, 1992).Menurut Emingran siswa kelas atas SD menggunakan
struktur yang lebih kompleks dalam menulis daripada dalam berbicara (Tompkins,
1989).
Pada umumnya anak SD
mengenal bentuk pasif daripada preposisi “oleh” misalnya “Buku itu
dibeli oleh Ali.” Dengan demikian, kalimat pasif yang
tidak disertai kata oleh, mereka menganggapnya bukan kalimat
pasif, misalnya “Saya melempar mangga (kalimat
aktif) menjadi “Mangga saya lempar (kalimat pasif) bukan “Mangga dilempar oleh
saya.” (Salah). Anak biasanya menggunakan kalimat pasif yang subjeknya dari
kata ganti/tak dapat dibalik dan kalimat pasif yang subjeknya
bukan kata ganti/dapat dibalik secara seimbang. Namun, anak sering
mengalami kesulitan dalam membuat kalimat dan menafsirkan makna
kalimat pasif yang dapat dibalik (subjeknya bukan kata ganti).
Menjelang umur 8 tahun mereka mulai lebih banyak menggunakan kalimat pasif yang
tidak dapat dibalik (subjeknya kata ganti). Pada umur 9 tahun, anak
mulai banyak menggunakan bentuk pasif yang subjeknya dari kata
ganti. Pada umur 11-13 tahun mereka banyak menggunakan
kalimat yang subjeknya dari kata ganti.Penggunaan kata penghubung juga
meningkat pada usia SD. Anak di bawah umur 11 tahun sering
menggunakan kata “dan” pada awal kalimat. Pada umur 11-14 tahun, penggunaan
“dan” pada awal kalimat mulai jarang muncul.Anak sering mengalami kesulitan
penggunaan kata penghubung “karena”: dalam kalimat, seperti Saya
menghadiri pertemuan itu karena diundang Anak SD bingung membedakan
kata hubung karena, dan, lalu dilihat dari segi urutan
waktu kejadiannya. Susunan yang benar yakni, diundang
dahulu baru pergi ke pertemuan. Oleh karena itu kadangkala ada anak
TK yang mengucapkan “Saya sakit karena saya tidak masuk sekolah” padahal
maksudnya “Saya tidak masuk sekolah karena sakit.”. Pemahaman kata
penghubung “karena“ barumulai berkembang pada umur 7 tahun. Pemahaman yang
benar dan konsisten baru terjadi pada umur sekitar 10-11
tahun (Budiasih dan Zuchdi, 1997).
4) Perkembangan
Semantik
Selama periode usia
sekolah dan dewasa, ada dua jenis penambahan makna kata. Secara
horisontal, anak semakin mampu emahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan
nuansa makna yang agak berbeda secara tepat. Penambahan vertikal berupa
penambahan jumlah kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat (Owens
dalam Budiasih dan Zuchdi, 1997).
Menurut Lindfors,
perkembangan semantik berlangsung dengan sangat pesat di SD. Kosa kata anak
bertambah sekitar 3000 kata per tahun (Tompkins,1989). Merujuk
apa yang tercantum dalam Kurikulum yang berlaku saat ini,
perbendaharaan kata siswa SD diharapkan lebih kurang 6000 kata.
Pendapat yang relatif mendekati harapan Kurikulum adalah
hasil temuan penelitian Slegers bahwa rata-rata anak masuk
kelas awal dengan pengetahuan makna sekitar 2500 kata dan meningkat rata-rata
1000 kata per tahun di kelas awal dan menengah SD dan 2000 kata di kelas
atas, sehingga perbendaharaan kosa kata siswa berjumlah 8500 di
kelas VI (Harris dan Sipay, 1980).
Kemampuan anak kelas rendah
SD dalam mendefinisikan kata meningkat dengan dua cara. Pertama,
secara konseptual , yakni dari definisi berdasar pengalaman
individu ke makna yang bersifat sosial atau makna yang dibentuk bersama. Kedua,
anak bergerak secara sintaksis dari definisi kata-kata lepas ke kalimat yang
menyatakan hubungan kompleks (Owens, 1992)
Pengetahuan kosakata
mempunyai hubungan dengan kemampuan kebahasan secara umum. Anak yang menguasai
banyak kosa lebih mudah memahami wacana dengan baik. Selama priode
usia SD, anak menjadi semakin baik dalam menemukan makna kata berdasarkan
konteksnya. Anak usia 5 tahun mendefinisikan kata secara sempit
sedang anak berumur 11 tahun membentuk definisi dengan menggabungkan makna-
makna yang telah diketahuinya. Dengan demikian, definisinya menjadi
lebih luas, misalnya kucing ialah binatang yang biasa dipelihara di rumah-rumah
penduduk.
Menurut Budiasih dan Zuchdi
(1997), anak usia SD sudah mampu mengembangkan bahasa figuratif yang
memungkinkan penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa figuratif menggunakan
kata secara imajinatif, tidak secara literal atau makna sebenarnya untuk
menciptakan kesan emosional. Yang termasuk bahasa figuratif adalah (a) ungkapan
misalnya kepala dingin, (b) metafora, misalnya “Suaranya membelah
bumi ”., (c) kiasan, misalnya“Wajahnya seperti bulan purnama.”, (d) pribahasa,
misalnya “Menepuk air di dulang, terpecik muka sendiri.”
5) Perkembangan
Pragmatik
Perkembangan pragmatik atau
penggunaan bahasa merupakan hal paling penting dibanding
perkembangan aspek bahasa lainnya pada usia SD. Hal ini pada usia prasekolah
anak belum dilatih menggunakan bahasa secara akurat, sistematis, dan
menarik. Berbicara tentang pragmatik ada 7 faktor penentu yang perlu
dipahami anak (1) kepada siapa berbicara (2) untuk tujuan apa, (3)
dalam konteks apa, (4) dalam situasi apa, (5) dengan jalur apa, (6)
melalui media apa, (7) dalam peristiwa apa (Tarigan, 1990). Ke- 7
faktor penentu komunikasi tersebut berkaitan erat dengan fungsi
(penggunaan) bahasa yang dikemukakan oleh M.A.K Halliday:
instrumental, regulator, interaksional, personal, imajinatif, heuristik, dan
informatif.
Pinnel (1975) dalam
penelitiannya tentang penggunaan fungsi bahasa di SD kelas awal
menemukan bahwa umumnya anak menggunakan fungsi interaksional (untuk
bekomunikasi) dan jarang menggunakan fungsi heuristik (mengunakan bahasa untuk
mencari ilmu pengetahuan saat belajar dan berbicara dalam kelompok kecil).
Dilihat dari segi
perkembangan kemampuan bercerita, anak umur 6 tahun sudah dapat bercerita secara
sederhana tentang sesuatu yang mereka lihat. Kemampuan ini selanjutnya
berkembang secara teratur dan sedikitdemi sedikit. Mereka belajar
menghubungkan kejadian, tetapi bukan yang mengandung hubungan sebab
akibat. Kata penghubung yang digunakan: dan, kemudian. Pada usia 7 tahun anak
mulai dapat membuat cerita yang agak padu. Mereka sudah mulai mengemukakan
masalah, rencana mengatasi masalah dan penyelesaian masalah tersebut
meskipun belum jelas siapa yang melakukannya. Pada umur 8 tahun anak
menggunakan penanda awal dan akhir cerita, misalnya “Akhirnya mereka hidup
rukun”. Kemampuan membuat alur cerita yang agak jelas baru mulai
diperoleh anak pada usia lebih dari delapan tahun.
Pada umur tersebut barulah mereka dapat mengemukakan pelaku yang mengatasi
masalah dalam cerita. Anak-anak mulai dapat menarik perhatian pendengar atau
pembaca cerita yang mereka buat. Struktur cerita mereka semakin menjadi jelas.
Kaitannya dengan gaya
bercerita antara anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan.
Anak perempuan menganggap bahwa peranannya dalam percakapan adalah sebagai
fasilitator, sehingga mereka menggunakan cara yang tidak
langsung dalam meminta persetujuan dan lebih banyak mendengarkan , misalnya
“Ibu tidak marah, kan ?” . Sementara itu anak laki-lak i
menganggap dirinya sebagai pemberi informasi, sehingga cenderung memberitahu.
Anak laki-laki biasanya kurang berbicara dan lebih banyak berbuat namun
kadangkala bertindak keras dan percakapan digunakannya untuk berjuang
agar tidak dikuasai oleh anak lain atau kelompok lain. Anak
perempuan cenderung banyak bicara dengan pasangan akrabnya, dan saling menceritakan
rahasianya, masalah pribadinya dikemukakan kepada teman. Temannya
biasanya menyetujui dan dapat memahami masalah tersebut (Owens,1992).
2) Memilih materi ajar aspek membaca di kelas
rendah SD.
Pembelajaran membaca
merupakan suatu keterampilan yang kompleks yang melibatkan serangkaian
keterampilan lebih kecil lainnya. Secara garis besar, terdapat dua
karakteristik yang penting dalam pembelajaran membaca.Karakteristik
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Keterampilan yang
bersifat mekanis dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah.Hal ini
mencakup:
(a) pengenalan bentuk
huruf; (b) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase,
pola klausa, kalimat, dan lain-lain); (c)
pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan
menyuarakan baha n tertulis); (d) kecepatan membaca ke taraf lambat.
b. Keterampilan
bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada pada urutan yang
lebih tinggi. Hal ini mencakup: (a) memahami pengertian sederhana
(leksikal, gramatikal,retorikal); (b) memahami signifikansi
atau makna (a.l. maksud dan tujuan pengarang, relev ansi/keadaan
kebudayaan, dan reaksi pembaca); (c) evaluasi atau penilaian (i si,
bentuk); (d) kecepatan membaca yang fleksibel, mudah disesuaikan dengan
keadaan (Broghton (et al)
Memilih materi ajar Membaca
dan Menulis Permulaan(MMP) yang cocok guru perlu mempertimbangkan tingkat
kesesuian materi itu dengan tema, dan fokus pembicaraan.Meskipun tema-tema itu
bukan merupakan bahan ( isi pelajaran ) yang harus diajarkan,
namun penyajian pembelajaran yang didasarkan atas tema-tema tertentu akan
lebih mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa dan guru. Tema merupakan
alat untuk melakukan kegiatan berbahasa, dan merupakan payung yang
membungkus kemasan pembelajaran bahasa Indonesia.Beberapa alternatif tema
yang ditawarkan untuk setiap semester dan peringkat kelas sbb:
1. Diri sendiri 2.
Keluarga 3. Pengalaman 4. Budi pekerti 5. Lingkungan 6.
Kegemaran
Dari struktur materi
pembelajaran MMP untuk kelas I diarahkan pada pengenalan kalimat
berita interaktif (KB + Kki) mis: Ayah tidur, Paman datang dst.
3) Memilih materi ajar aspek menulis di kelas
tinggi SD.
Materi pembelajaran Bahasa
Indonesia SD Kelas IV memuat berbagai kompetensi dalam aspek me-nulis
seperti menulis tentang berbagai topik, pengumuman, pantun, dan surat.
Dalam berbagai kegiatan menulis tersebut, siswa diharapkan nantinya dapat
menulis dengan memperhatikan unsur-unsur kebahasaan dalam kaidah penulisan
Bahasa Indonesia yang baik dan benar, seperti penggunaan ejaan, huruf, dan
tanda baca. Hal itu termuat dalam Kompetensi Dasar pelajaran Bahasa
Indonesia kelas IV semester II ‖menyusun karangan tentang
berbagai topik sederhana tentang berbagai topik sederhana dengan
memperhatikan penggunaan ejaan, penulisan tanda baca dan huruf besar ‖
b. Merencanakan,
melaksanakan, mengorganisasi, dan mengevaluasi pembelajaran bahasa Indonesia di
SD.
4) Memilih berbagai metode pembelajaran menulis
permulaan yang dapat mengembangkan kemampuan dan kegemaran menulis siswa.
Metode
Membaca dan Menulis Permulaan (MMP)
A. Metode EJA
Pada metode ini, memulai
pengajaran dengan mengenalkan huruf alphabet ( A, B, C dst).Huruf-huruf
tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad.
Misalnya: b,u,k,u menjadi b.u → bu (dibaca be.u → bu) k.u → ku
(dibaca ka.u → ku)
bu-ku dilafalkan
buku Setelah anak-anak menulis huruf lepas tersebut,kemudian
anak-anak belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata.
Proses selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana.Pemilihan bahan
ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang
konkret menuju hal-hal yang abstrak,dari hal-hal yang mudah,akrab,familiar
dengan kehidupan anak menuju yang sulit dan mungkin merupakan suatu yang
baru nagi anak.
B. Metode Bunyi
Proses pembelajaran
MMP melalui metode ini merupakan bagian dari metode eja. Prinsipn dasar
dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja di
atas.Perbedaannya terletak pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan
abjad(huruf-hurufnya).Misal : Huruf b dilafalkan /eb/-- d dilafalkan
/ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada
kata benar,keras,pedas,lemah,dan sebagainya.
Dengan demikian,kata ―nani‖ dieja menjadi : en.a → na en.i → ni → dibaca →nani
C. Metode Suku Kata dan Metode Kata
Pada metode ini,proses
pembelajaran MMP diawali dengan pengenalan suku kata
seperti ba,bi,bu,be,bo,ca,ci,cu,ce,co,dan seterusnya. Suku-suku kata
tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna.Misalnya
: ba-bi cu-ci ba-bu ci-ca bi-bi ca-ci Langkah-langkah
pembelajaran MMP dengan metode suku kata adlah sebagai berikut : 1. Tahap
pertama,pengenalan suku-suku kata; 2. Tahap kedua,perangkaian suku-suku
kata menjadi kata; 3. Tahap ketiga,perangkaian kata menjadi kalimat
sederhana; 4. Tahap keempat,pengintegrasian kegiatan perangkaian dan
pengupasan; Karena proses pembelajaran MMP dengan metode ini melibatkan
serangkaian proses pengupasan,dan perangkaian,maka metode ini
dikenal juga sebagai‖Metode Kupas Rangkai‖.Sebagian orang menyebutkan ―Metode Kata‖ atau ―Metode Kata Lembaga‖.
D. Metode Global (Metode Kalimat )
Proses pembelajaran MMP
yang diperlihatkan melalui proses ini diawali dengan penyajian beberapa
kalimat secara global. Agar membantu pengenalan kalimat yang dimaksud,biasanya menggunakan
gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang
kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut.Selanjutnya, setelah anak
diperknalkan dengan beberapa kalimat,barulah proses pembelajaran MMP
dimulai. Melalui proses pengurai menjadi satuan-satuan yang lebih kecil,seperti
kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil,seperti kata,suku kata,dan
huruf,selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.
Misalnya : ini
mimi ni mimi i-ni mi-mi i-n-i m-i-m-i
E.
Metode SAS( Struktural Analitik Sintetik )
SAS merupakan salah satu
jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan
menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran MMP dengan metode
ini mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan mengenalkan sebuah kalimat
utuh. Mula- mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna
lengkap,yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk mambangun
konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Dan akan lebih baik jika
struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode
ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si
pembelajar itu sendiri.Prosespenguraian atau penganalisisan dalam pembelajaran
MMP dengan metode SAS,meliputi: 1. Kalimat menjadi kata-kata 2.
Kata-kata menjadi suku suku kata 3. Suku kata menjadi
huruf-huruf Pada tahap selanjutnya anak diajak menyimpulkan satuan-satuan
bahasa yang telah terurai tadi dikembalikan lagi kepada satuannya
semula,yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata,suku kata menjadi
kata,kata-kata menjadi kalimat. Sehingga anak akan menemukan kembali
wujud struktur semula,yakni menjadi sebuah kalimat utuh.Misal : ini
mama Ini mama i-ni ma-ma i n i m a m a i-ni ma-ma ini
mama ini mama Dalam bermacam-macam metode yang biasa digunakan MMP
dapat kita simpulkan bahwa tidak ada metode yang terbaik dan metode
terburuk. Metode terbaik adalah metode yang paling cocok dengan pembawa
metode tersebut.
5) Merancang berbagai kegiatan menulis di kelas
tinggi yang dapat meningkatkan kemampuan menulis dan berpikir siswa.
Teknik dan Model Pembelajaran Menulis Cerita Berdasarkan
butir-butir pembelajaran menulis di kelas tinggi (kelas 3-6) SD terdapat
ragam teknik pembelajaran menulis. Teknik pembelajaran menulis
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1. Menulis
cerita Teknik ini terdiri atas 6 macam, yaitu:
a) Teknik
menyusun kalimat.Teknik menyusun cerita dapat dilakukan dengan: menjawab
pertanyaan, melengkapai kalimat, memperbaiki susunan kalimat,memperluas
kaiimat, subtitusi, transfomtasi, dan membuat kaiimat.
b) Teknik
memperkenalkan cerita dapat dilakukan dengan: baca dan tulis, simak dan
tulis; meniru model; menyusun paragaf; menceritakan kembali; membuat
2. Menulis
untuk keperluan sehari-hari, yang meliputi:
a) menulis
surat,
b) menulis
pengumuman,
c) mengisi
formulir,
d) menulis
surat undangan,
e) membuat
iklan,
f) menyusun
daftar riwayat hidup.
Model pembelajaran menulis cerita/cerpen di SD meliputi:
menceritakan gambar, melanjutkan ceria lain, menceitakan mimpi,
menceriakan pengalaman, dan menceritakan cita-cita.
1. Menceritakan
gambar.Model ini dapat dilakukan mulai kelas 4 SD. Guru memperlihatkan beberapa
gambar,selanjutnya, siswa diminta mengamati gambar tersebut dengan teliti.
Kemudian, mereka diminta untuk menuliskannya ke dalam centa lengkap.
2. Melanjutkan
centa. Model ini diawaii dengan kegiatan guru membacakan atau memperdengarkan
cerita yang dipilih guru, kemudian para siswa diminta melanjutkan cerita
guru tersebut.
3. Menceitakan
mimpi.Model ini dilakukan dengan menugasi siswa untuk menceritakan mimpinya
dengan menambah atau mengurangi isi dan mimpi mereka.
4. Menceritakan
pengalaman.Model ini dilakukan dengan menugasi siswa untuk menceritakan
pengalaman, baik pengalaman saat liburan, bermain,darmawisata, dan
sebagainya.
5. Menceritakan
cita-cita.Model ini dilakukan dengan cara menugasi siswa untuk menceritakan
cita-citanya setelah dewasa nanti
Pembelajaran menulis di
kelas tinggi diarahkan pada kegiatan menulis lanjutan. Dalam
kegiatan menulis lanjutan siswa diharapkan dapat mengembang-kan kemampuan
menulisnya dalam bentuk yang lebih beragam. Jenis tulisan yang bisa
dikembangkan pada kegiatan menulis lanjutan ini adalah menulis pantun,
puisi, surat, dan prosa
6) Memperjelas perencanaan dan pelaksanaan
penilaian dan evaluasi dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Secara
umum tahapan evaluasi pembelajaran terdiri atas 4 tahap
(1) Tahap Persiapan
Menurut Damaianti (2007: 8)
tahap ini disebut juga tahap perencanaan dan perumusan kriterium.
Langkahnya meliputi:
a) perumusan
tujuan evaluasi;
b) penetapan
aspek-aspek yang akan dievaluasi;
c) menetapkan
metode dan bentuk evaluasi (tes/nontes);
d) merencanakan
waktu evaluasi;
e) melakukan
uji coba (untuk tes) agar dapat mengukur validitas
dan reliabilitasnya.
Menurut Damaianti (2007:
11) tes kesastraan sebaiknya diprioritaskan pada kemampuan apresiasi
sastra yang meliputi hal-hal berikut ini.
(1) Soal kesastraan tingkat
informasi Soal bentuk ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kemampuan
siswa yang berkaitan dengan data-data suatu karya sastra, selanjutnya
data-data tersebut digunakan untuk menafsirkan karya sastra.
(2) Soal kesastraaan
tingkat konsep Soal bentuk ini berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana
data-data atau unsur-unsur yang ada pada karya sastra. Siswa dituntut
untuk mampu mengungkapkan data yang ada pada karya sastra yang
bersangkutan.
(3) Soal kesastraan tingkat
perspektif Soal bentuk ini berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana pandangan siswa
sebagai pembaca terhadap sebuah karya sastra. Dengan memberikan pandangan
dan reaksi terhadap karya sastra, siswa dituntut untuk memahami karya
sastra yang bersangkutan. Siswa dituntut juga untuk menghubungkan antara
sesuatu yang ada di dalam karya sastra dengan sesuatu yang ada di luar
karya sastra.
(4) Soal kesastraaan
tingkat apresiasi Soal bentuk ini berkaitan dengan usaha
mengenali dan memahami bahasa sastra melalui ciri-cirinya lalu
membandingkan keefektifannya dengan penuturan bahasa yang digunakan
sehari-hari. Untuk dapat menjawab soal bentuk ini siswa dituntut untuk
mengenali, menganalisis,menggeneralisasi, dan menilai bentuk-bentuk kebahasaan
yang digunakan dalam karya sastra yang dianalisisnya
(2)
tahap pelaksanaan,
(3)
tahap pengolahan hasil
(4)
tahap tindak lanjut
c. Menampilkan keterampilam
berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis)
7) Merumuskan hakikat (pengertian, tujuan,
jenis, dan manfaat) membaca,
a. Pengertian /Definisi
Membaca
Membaca merupakan proses
berpikir atau bernalar (proses aktif dan bertujuan) yang dilakukan melalui
proses mem persepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap
bacaan yang dilakukan oleh pembaca.
Membaca pada hakeketnya
adalah proses ecoding oleh penerima pesan,yaitu poses
memaknai bentuk-bentuk bahasa yang tertulis sehingga pesan yang
disampaikan oleh pengirim dapat diterima oleh pengirim dapat diterima
secara utuh .
Beberapa ahli mencoba
memberi definisi ―Membaca‖, antara lain :
Farris (1993:304)
mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep,informasi, dan
gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan
pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian,pemehaman
diperoleh apabila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang telah
dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam bacaan.
Syafi‘i (1999:7) menyatakan
bahwa membaca adalah suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut
proses mekanis, berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual,sedangkan
proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.
Dalam KBBI (2000:62)
membaca didefinisikan sebagai melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis, yang dibaca secara lisan atau dalam hati.Berdasarkan beberapa
definisi di atas, dapat dirangkum bahwa membaca merupakan proses pemahaman
atau penikmatan terhadap teks bacaan dengan memanfaatkan kemampuan melihat
(mata) yang dimiliki oleh pembaca, sesuai dengan tujuannya yang dilakukan
secara nyaring atau dalam hati.
b. Tujuan
Membaca
Perlu disepakati bahwa
membaca harus mempunyai tujuan. Apabila membaca tidak bertujuan, maka
proses dan kegiatan membaca yang dilakukan tidak memiliki arti
sama sekali. Tujuan membaca dapat ditetapkan secara eksplisit ataupun
implisit.Berdasarkan pengalaman yang dialami, ada beberapa tujuan membaca yang
dapat dikemukakan, di antaranya untuk:
ü Memahami aspek
kebahasaan (kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana) dalam teks
ü Memahami pesan
yang ada dalam teks
ü Mencari
informasi penting dari teks
ü Mendapatkan
petunjuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tugas
ü Menikmati
bacaan, baik secara tekstual maupun kontekstual
c. Jenis
Membaca
Jenis membaca ada dua
yaitu:
(1) membaca nyaring
(2) membaca dalam hati
(membaca ekstensif, dan membaca intensif).
Teknik membaca ada lima
langkah yaitu:
(1) survey, (2)
question, (3) read, (4)recite (recall), dan (5) review.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi membaca ada empat yaitu faktor:
(1) kognitif,(2) afektif,
(3) teks bacaan, dan (4) penguasaan bahasa
d. Manfaat
Membaca
1. Ketika
sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan,
2. Kebiasaan
membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan
dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja,
3. Dengan
sering membaca, seseorang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam
bertutur kata,
4. Membaca
membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir,
5. Membaca
meningkatkan pengetahuan seseorang dan mengingkatkan memori
dalam pemahaman,
6. Dengan
sering membaca seseorang dapat mengambil manfaat dari pengalaman
orang lain, seperti mencontoh kearifan orang bijaksana dan kecerdasan para
sarjana,
7. Dengan
sering membaca, seseorang dapat mengembangkan kemampuannya, baik untuk
mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai
disiplin ilmu dan aplikasinya di dalam hidup,
8. Keyakinan
seseorang akan bertambah ketika dia membaca buku-buku yang bermanfaat,
terutama buku-buku yang ditulis oleh penuli-penulis muslim yang saleh.
buku itu adalah penyampai ceramah terbaik dan ia memiliki pengaruh kuat
untuk menuntun seseorang menuju kebaikan dan menjauhkannya dari kejahatan,
9. Membaca
membantu seseorang untuk menyegarkan pikirannya dari keruwetan
dan menyelamatkan waktunya gara tidak sia-sia, dengan sering membaca,
seseorang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai model
kalimat,
10. Lebih
lanjut lagi, ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep
dan untuk memahami apa yang tertulis di antara baris demi baris (memahami
apa yang tersirat).
e. Ragam
Membaca
1. membaca
intensif
Membaca intensif adalah
membaca dengan hati-hati dan teliti sekali dan biasanyapun cara membacanya
sangat lambat-lambat.tujuanya adalah untuk memahami bahan bacaan itu
sampai kepada bagian yang terkecil.
2. membaca
kritis
Kegiatan ini merupakan
jenis kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana,bukan hanya mencari
kesalahan belaka.
3. membaca
cepat
Membaca cepaat mencakup dua
jenis kegiatan yakni skimming dan scaning.skimming merupakan teknik untuk
mencari hal-hal yang penting atau untuk mencari pokok bacaan.scanning merupakan
teknik membaca untuk mendapatkan informasi tanpa membaca yang lain.
4. membaca
untuk keperluan praktis
Digunakan sebagai sarana
untuk memahami setiap bacaan yang perlu untuk dibaca dengan praktis sesuai
dengan kebutuhan masing-masing atau tujuan yang akan dicapai.
5. membaca
untuk keperluan studi
Membaca untuk studi ialah
membaca untuk memahami isi buku secara keseluruhan,baik pikiran pokok
maupun pikiran-pikiran penjelas pemahaman yang komperensif tentang isi buku
tercapai.
f. Metode
Pengajaran Membaca
1. Metode
Reseptif
Metode ini mengarah ke
proses penerimaan isi bacaan maupun simakan baik tersurat maupun tersirat.
Metode tersebut sangat cocok diterapkan kepada siswa yang dianggap telah
banyak menguasai kosakata, frase, maupun kalimat. Yang dipentingkan bagi
siswa dalam suasana reseptif adalah bagaimana isi bacaan atau simakan
diserap dengan bagus.
2. Metode
Komunikatif
Desain yang bermuatan
komunikatif harus mencakup semua keterampilan berbahasa.Setiap tujuan
diorganisasikan ke dalam pembelajaran. Setiap pembelajaran
dispesifikkan ke dalam tujuan konkret yang merupakan produk akhir. Sebuah
produk di sini dimaksudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami,
ditulis, diutarakan, atau disajikan ke dalam nonlinguistis
3. Metode
Integratif
Integratif berarti
menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Artinya beberapa aspek
dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, mendengarkan diintegrasikan dengan
berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca.
4. Metode
Partisipatori
Metode ini lebih menekankan
keterlibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu
keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek belajar.Dengan
berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru
hanya bertindak sebagai pemandu atau fasilitator. Guru berperan sebagai
pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai moderator yang
kreatif Proses tersebut dilakukan dengan strategi tertentu melalui
kegiatan visual untuk mencocokkan huruf atau melafalkan lambang bahasa
tulis untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis. Dalam membaca,
pembaca mengolah informasi secara kritis, kreatif y ang dilakukan dengan
tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyelur uh. Pada akhirnya
pembaca dapat memberikan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan
dampak bacaan tersebut.
8) Menemukan isi atau pesan pokok wacana dari
sebuah pengumuman
9) Merumuskan hakikat (pengertian, tujuan,
jenis, dan manfaat) menulis.
1. Pengertian menulis
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik
yang menggambarkan suatu bahasa yang di pahami seseorang sehingga orang
lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami
bahasa dan gambaran grafik itu. Penulis yang ulung adalah penulis
yang dapat memanfaatkan situasi dengan tepat.Situasi yang harus di
perhatikan dan dimanfaatkan itu adalah : a. maksud dan tujuan penulis b.pembaca
atau pemirsa c.waktu dan kesempatan.
Menurut Jago Tarigan ( 1995: 117) menulis berarti mengekpreikan
secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan.
2. Tujuan menulis
a. Menginformasikan segala sesuatu, baik itu
fakta, data maupun peristiwatermasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta,
data dan peristiwa agakhalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman
bartentang berbagai hal yangdapat maupun yang terjadi di muka bumi ini.
b. Membujuk; melalui tulisan seorang penulis
mengharapkan pula pembadapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung
yadikemukakan. Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembadengan
menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Oleh karena itu, persuasi dari sebuah
tulisan akan dapat menghasilkan apabila penumampu menyajikan dengan gaya bahasa
yang menarik, akrab, bersahabat,dan mudah dicerna.
c. Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi
melalui tulisan. Melalumembaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan
terusbertambah, kecerdasan terus diasah, yang pada akhirnya akamenentukan
perilaku seseorang. Orang-orang yang berpemisalnya, cenderung lebih
terbuka dan penuh toleransi, lebih menghargapendapat orang lain, dan tentu saja
cenderung lebih rasional.
d. Menghibur; fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, buka
monopoli media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan
dalam menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan
“ringan” yang kaya dengan anekdot, cerita dan pengalaman lucu bisa pula menjadi
bacaan penglipur lara atau untuk melepaskan ketegangan setelah
seharian sibuk beraktifitas.
Tujuan menulis menurut
(Hugo Harting)
a. Assignment purpose(tujuan
penugasan) :Penulis menulis sesuatu karena di tugaskan bukan atas kemauan
sendiri.
b. Altruistic purpose (tujuan
altruistic) :Penulis bertujuan untuk menyenangkan para
pembaca,menghindarkan kedudukan para pembaca, ingin menolong para pembaca
memahami, menghargai perasaan dan penalaranya , ingin membuat hidup para
pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
c. Persuasive
purpose(tujuan persuasif) :Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca
akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
d. Informational
purpose(tujuan informasional,tujuan penerangan) :Tulisan yang bertujuan
memberi informasi atau keterangan /penerangan kepada pembaca.
e. Selfexpressive
purpose(tujuan pernyataan diri) : Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau
menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.
f. Creative purpose(tujuan
kreatif) : Tulisan yang mencapai nilai nilai artistic,nilai-nilai
kesenian.
g. Problem-Solving
purpose : Sang penulis memecahkan masalah yang dihadapi
3. Jenis-jenis
menulis
Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua
sudut pandang yang berbeda.
1. kegiatan atau aktivitas dalam melaksanakan
keterampilan menulis dan
2. hasil dari produk menulis itu yaitu; karangan narasi,
eksposisi, deskripsi, dan argumentasi.
4. Manfaat menulis
Dapat menyampaikan ide, gagasan, saran, motivasi, bujukan dan
sebagainya kepada orang lain secara luas dan langsung.
10. Menemukan isi atau pesan pokok wacana dari
sebuah berita
11. Menemukan isi atau pesan pokok dalam wacana
naratif seperti cerita rakyat, puisi.
12. Membandingkan berbagai jenis wacana bahasa
Indonesia (deskripsi dan narasi,).
Deskripsi :
jenis karangan yang
melukiskan atau menggambarkan suatu obyek sehingga pembaca ikut merasakan
apa yang dituliskan si pengaran. Deskripsi adalah pemaparan atau
penggambaran dengan kata-kata atas suatu benda, tempat,suasana atau keadaan.
Seorang penulis deskripsi melalui tulisannya mengharapkan pembaca dapat
melihat, mendengar, mencium bau, mencicipi dan merasakan hal yang sama
dengan penulis. Deskripsi pada dasarnya merupakan hasil dari pengamatan
melalui panca indera yang disampaikan dengan kata-kata.
Jauh di sana di tepi
sungai,tampak seorang perempuan yang masih muda berjalan hilir
mudik,kadang-kadang menengok ke laut, rupanya mencari atau menantikan apa-apa
yang boleh timbul dari dalam laut yang amat tenang laksana aiar di dalam
dulang pada ketika itu, atau darti pihak manapun. Pada air mukanya yang
telah pucat dan dan tubuhnya yang sudah kurus itu,dapatlah diketahui, bahwa
perempuan itu memikul suatu percintaan yang amat berat. Meskipun mukanya
telah kurus, tetapi cahaya kecantikan perempuan itu tiada juga hilang. (dikutip
dari ―Bintang Minahasa‖ karya Hersevien
M.Taulu ,2001:65)
Narasi :
jenis karangan yang
menceritakan rangkaian peristiwa berdasarkan urutan waktu. Narasi terdiri
dari narasi ekspositoris dan narasi artistik/literer. Narasi
pada dasarnya adalah karangan atau tulisan yang berbentuk
cerita. Seperti kalau orang bercerita tentang ―mengisi liburan
sekolah‖, ―mendaftarkan diri ke sekolah‖, ―pengalaman berkemah di
hutan‖, ―kecelakaan lalu lintas di jalan raya‖, atau ―pertandingan olahraga‖. Cerita
itu tentunya didasarkan
pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Di dalam peristiwa itu ada
tokoh, mungkin tokoh itu adalah penulis sendiri, teman penulis, atau orang
lain, dan tokoh itu mengalami masalah atau konflik. Bisa saja dalam cerita
itu menghadirkan satu konflik atau serangkaian konflik yang dihadapi oleh
tokoh dalam ceritamu itu. Jadi, dalam sebuah
narasi terdapat tiga unsur pokok,
yaitu : peristiwa, tokoh, dan konflik. Ketiga unsur itu diramu menjadi
satu dalam sebuah jalinan yang disebut alur atau plot. Dengan demikian, narasi
adalah cerita berdasarkan alur. Sering juga narasi
diartikan sebagai cerita yang didasarkan pada kronologi waktu.
Contoh:
Pertandingan antara
Angelique Widjaja melawan Tamarine Tanasugarn berlangsung
sangat mendebarkan. Pada set pertama, Tamarine unggul atas Angie dengan
skor 6-2. Namun, Angie membalas kekalahannya di set pertama dengan merebut
set kedua. Angie memenangi set kedua itu dengan skor tipis
7-5. Memasuki set ketiga, Tamarine tampaknya
mulai kehabisan tenaga. Sebaliknya Angie semakin percaya diri apalagi
ia mendapat dukungan luarbiasa dari para penonton
13. Membandingkan berbagai wacana Bahasa
Indonesia (argumentasi dan eksposisi)
Karangan Argumentasi :
jenis karangan yang bertujuan mempengaruhi pembaca dengan
bukti yang jelas sehingga pembaca dapat percaya. Paragraf atau
Karangan Argumentatif : paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau
pendapat penulis dengan disertai bukti dan fakta; alasan kuat dan meyakinkan
dengan maksud agar pembaca bisa terpengaruh.
Dasar karangan argumentasi adalah berpikir kritis dan logis. Oleh
karena itu, harus berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan. Fakta-fakta tersebut dapat diperoleh dengan berbagai
cara, antara lain:
1. bahan bacaan (buku, majalah, surat kabar, atau internet);
2. wawancara atau angket;
3. penelitian atau pengamatan langsung melalui observasi.
Agar lebih mudah, Anda dapat menulis paragraf argumentatif dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Daftarlah
topik-topik pendapat yang dapat dikembangkan.
2. Susunlah
kerangka paragraf yang akan dibuat.- Kembangkan kerangka tersebut menjadi
paragraf.
3. Anda dapat
menggunakan kata penghubung antarkalimat (oleh karena itu, dengan demikian,
oleh sebab itu, dan lain-lain).
Ciri-ciri Pargaraf atau karangan
argumentasi
1. Menjelaskan
pendapat agar pembaca yakin mengenai topik yang dibahas
2. Memerlukan fakta
untuk pembuktian berupa gambar/grafik, dan lain-lain.
3. Menggali sumber
ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian.
4. Penjelasan dalam
paragraf argumentasi disampaikan secara logis
5. Penutup berisi
kesimpulan.
Karakteristik paragraf argumentasi:
- Kalimat
utama/pendahuluan berupa pernyataan/gagasan penulis yang menarik perhatian
pembaca
- Diikuti
kalimat-kalimat penjelas yang berisi argumen-argumen untuk meyakinkan atau
membuktikan kebenaran gagasan awal penulis
- Ditutup
dengan kesimpulan yang menegaskan gagasan awal penulis
Karangan argumentasi dan eksposisi seringkali sulit dibedakan.
Bentuk keduanya hampir sama. Meskipun demikian, keduanya memiliki perbedaan
Eksposisi :
Jenis karangan yang bertujuan menambah pengetahuan pembaca dengan
cara memaparkan informasi secara akurat. Paragraf eksposisi adalah
paragraf yang bertujuan memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi,
mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar
pembaca menerima atau mengikutinya. Paragraf eksposisi biasa digunakan untuk
menyajikan pengetahuan / ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah suatu
kegiatan, metode, cara, dan proses terjadinya sesuatu.
Adapun ciri-ciri paragraf eksposisi adalah sebagai berikut:
· Berisi
tentang pendapat, gagasan, atau keyakinan penulis terhadap suatu masalah bidang
tertentu
· Uraian
bersifat objektif, semata-mata hanya untuk menambah pengetahuan pembaca tanpa
didasari maksud tertentu
· Diperjelas
dengan fakta yang dilengkapi dengan angka, peta, grafik, statistik, gambar atau
bagan sebagai ilustrasi
· Menggali
melalui analisis dan sintesis
· Paragraf
diakhiri dengan penegasan, bukan ajakan atau permintaan dukungan
14. Menyusun berbagai bentuk/jenis tulisan surat.
Bentuk tulisan surat yang
lazim dipergunakan ada 5 yaitu:
a. Bentul lurus penuh ( full
block style)
b. Bentuk lurus ( block style)
c. Bentuk setengah lurus (semi
block style)
d. Bentuk lekuk (indented
style)
e. Bentuk paragraf mengantung
(hanging paragraph)
Jenis-jenis surat
a. Surat
pribadi : surat
yang dikirim oleh seseorang kepada orang lain atau
suatu organisasi/instansi. Surat yang dibuat oleh seseorang yang isinya
kepentingan pribadi.( surat keluarga dan surat lamaran pekerjaan)
b. Surat
Resmi :
Surat yang disampaikan oleh lembaga/instansi kepada seseorang
ataupun instansi/lembaga lain. (Surat dinas pemerintah, surat niaga &
Surat sosial)
15. Mendiskripsikan unsur-unsur makalah
Merupakan suatu penjabaran secara deskriptif tentang hal-hal yang
akan ditulis, yang secara garis besar terdiri dari Bagian Awal, Bagian Isi dan
Bagian akhir.
Bagian awal terdiri
dari beberapa unsur sebagai berikut :
1. Lembar Judul
adalah identitas yang memberikan gambaran mengenai isi makalah
2. Kata Pengantar
berisikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihPak yang membantu pembuatan
makalah
3. Daftar Isi
adalah suatu daftar yang membuat gambaran isi karya tulis secara menyeluruh
4. Daftar Tabel
(jika ada) merupakan daftar yang menerangkan penjelasan menggunakan tabel
5. Daftar Gambar
(jika ada) merupakan daftar yang menerangkan penjelasan menggunakan gambar
6. Daftar Lampiran
(jika ada) merupakan daftar yang menerangkan penjelasan menggunakan lampiran
Bagian Isi terdiri
dari beberapa unsur sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
· Latar
Belakang Permasalahan adalah fenomena permasalahan dalam lingkungan yang
diamati
· Masalah
atau Pokok Permasalahan merupakan identifikasi dari latar belakang
permasalahaan
· Tujuan
Penulisan Makalah adalah uraian tujuan dan hal yang ingin dicapai mengenai
penulisan karya tulis
2. Bab II Pembahasan
· Deskripsi
Lokus adalah penjelasan singkat mengenai permasalahan disertai analisis
permasalahan
· Landasan
Teoritis adalah kumpulan teori yang digunakan dalam pembuatan karya tulis
· Analisis
merupakan penjelasan mengenai data, fakta dan informasi yang dianalisis dengan
teori-teori yang telah diungkapkan sebelumnya
3. Bab III Penutup
· Kesimpulan
adalah jawaban atas permasalahan penelitian, bukan ringkasan
· Saran
merupakan tindak lanjut dari kesimpulan
- Bagian Akhir dalam Format
Pembuatan Makalah terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
1. Daftar Pustaka
memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang digunakan
2. Lampiran-lampiran
(jika ada)
Tentu
dalam kajian ilmiah khususnya Perguruan Tinggi, Universitas, Politeknik dan
sekolah tinggi lainnya memiliki Format dan aturan tertentu mengenai pembuatan
karya tulis ini yang biasanya telah dibuat suatu Panduan Format Pembuatan Karya
Tulis yang dikeluarkan oleh Masing- Masing Perguruan Tinggi atau Sekolah.
Artikel mengenai Prosedur dan Format Sistematika Penulisan Makalah diatas merupakan aturan
umum pembuatannya yang lazim digunakan banyak orang.
d. Mengkreasikan
apresiasi sastra Indonesia yang mendukung pembelajaran bahasa Indonesia
16. Menganalisis unsur intrinksik dan ekstrinsik,
struktur, dan ciri-ciri karya sastra puisi.
Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat
oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Untuk menentukan
unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, kita harus membaca secara detail dan penuh
penghayatan puisi tersebut
Unsur Intrinsik Puisi
Unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam
naskah puisi tersebut. Adapun unsur-unsur intrinsik suatu puisi meliputi:
ü Tema (sense)
adalah gagasan utama dari puisi baik yang tersirat maupun tersurat.
ü Tipografi disebut
juga ukiran bentuk puisi. Tipografi adalah tatanan larik, bait, kalimat, frase,
kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi,
rasa dan suasana.
ü Amanat (intention)
atau pesan adalah sesuatu yang ingin disampaikan penyair melalui karyanya.
ü Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya, misalnya sikap rendah hati, menggurui,
mendikte, persuasif, dan lain-lain.
ü Rasa atau
emosional adalah sentuhan perasaan penulisannya dalam bentuk kepuasan, keheranan,
kesedihan, kemarahan atau yang lain.
ü Perasaan (feeling)
adalah sikap pengarang terhadap tema (subjek matter) dalam puisinya, misalnya
simpatik, konsisten, senang, sedih, kecewa, dan lain-lain.
ü Enjambemen adalah
pemotongan kalimat atau frase diakhir larik, kemudian meletakkan potongan itu
pada awal larik berikutnya. Tujuannya adalah untuk memberi tekanan pada bagian
tertentu ataupun sebagai penghubung antara bagian yang mendahuluinya dengan
bagian berikutnya.
ü Kata
konkret (imajinasi) adalah penggunaan kata-kata yang tepat (diksi yang
baik) atau bermakna denotasi oleh penyair.
ü Diksi adalah
pilihan kata yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan dalam puisi.
ü Akulirik adalah
tokoh aku (penyair) di dalam puisi.
ü Rima adalah
pengindah puisi dalam bentuk pengulangan bunyi baik awal, tengah maupun akhir.
ü Verifikasi adalah
berupa rima (persamaan bunyi pada puisi, di awal, di tengah, dan di akhir);
ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi).
ü Majas adalah
cara penyair menjelaskan pikirannya melalui gaya bahasa yang indah dalam bentuk
puisi.
ü Citraan (pengimajian)
adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap
gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah
sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh
penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indra
penglihatan).
Unsur Ekstrinsik Puisi
Unsur ekstrinsik puisi adalah unsur yang berada di luar naskah
puisi. Bisa saja berasal dari dalam diri penulis puisi atau lingkungan tempai
sang penulis puisi tersebut menulis puisinya. Berikut adalah macam-macam unsur
ekstrinsik puisi:
ü Unsur
biografi adalah latar belakang atau riwayat hidup penulis.
ü Unsur nilai
dalam cerita, seperti ekonomi, politik, sosial, adat-istiadat, budaya, dan
lain-lain.
ü Unsur
kemasyarakatan adalah situasi sosial ketika puisi itu dibuat.
Struktur Fisik Puisi
ü Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu
bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
ü Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata.
ü Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan
imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
ü Kata konkret,
yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya
imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata
kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan
kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
ü Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna
atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas
antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte,
hingga paradoks.
ü Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik
di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
Ø Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada
puisi Sutadji C.B.),
Ø Bentuk intern
pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak
berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
Ø Pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi.
Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Ciri-ciri puisi :
ü Terdiri dari
beberapa bait
ü Memiliki
pencitraan
ü Memiliki
sajak/rima
ü Memiliki
tipografi
ü Memakai
konotasi
ü Bahasa lebih
padat
17. Menganalisis unsur intrinksik dan ekstrinsik,
struktur, dan ciri-ciri karya sastra prosa.
PROSA : Salah satu jenis
karya sastra yang berupa karangan yang mencritakan tentang kehidupan
manusia dan tidak terikat oleh unsur-unsur dalam puisi.
Ciri-ciri
prosa :
ü Berbentuk
bebas dalam susunan paragraf
ü Tidak terikat
pada bentuk puisi
ü Memiliki unsur
intrinsic
Ada dua unsur utama dalam karya sastra, yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik.
Unsur ekstrinsik berupa segala sesuatu yang menginspirasi
penulisan karya sastra dan mempengaruhi karya sastra secara keseluruhan.
Unsur ekstrinsik ini meliputi: latar belakang kehidupan
penulis,keyakinan dan pandangan hidup penulis, adat istiadat yang berlaku pada
saat itu, situasi politik (persoalan sejarah), ekonomi, dsb.
Sementara unsur intrinsik terdiri atas:
1) Tema :Pokok
persoalan dalam cerita.
2) Karakter
/ Tokoh dalam cerita. Karakter dapat berupa manusia, tumbuhan maupun
benda Karekter dapat dibagi menjadi:
ü Karakter
utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang banyak peranan
dalam cerita
ü Karakter
pembantu: tokoh yang mendampingi karakter utama
ü Protagonis :
karakter/tokoh yang mengangkat tema
ü Antagonis :
karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan biasanya
berlawanan dengan karakter protagonis. (Ingat, tokoh antagonis belum tentu
jahat)
ü Karakter
statis (Flat/static character) : karakter yang tidak
mengalami perubahan kepribadian atau cara pandang dari awal sampai
akhir cerita.
ü Karakter
dinamis (Round/ dynamic character): karakter
yang mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang. Karakter
ini biasanya dibuat semirip mungkin dengan manusia sesungguhnya, terdiri
atas sifat dan kepribadian yang kompleks.Catatan: karakter
pembantu biasanya adalah karakter statis karena tidak digambarkan
secara detail oleh penulis sehingga perubahan kepribadian dan cara
pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.
3) Karakterisasi /Cara
penulis menggambarkan karakter.
Ada banyak cara untuk
menggali penggambaran karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau
melalui dua cara yaitu secara naratif dan dramatik
Teknik naratif berarti
karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis
atau narator. Teknik dramatik dipakai ketika karakterisasi tokoh terlihat
dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara berpakaian, kata-kata
yang diucapkannya, dialognya dengan karakter lain,pendapat karakter lain, dsb.
4) Konflik : pergumulan
yang dialami oleh karakter dalam cerita dan . Konflik ini
merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk plot.
Ada empat macam konflik,yang dibagi dalam dua garis besar:
Konflik internal
ü Individu-diri
sendiri: Konflik ini tidak melibatkan orang lain, konflik ini ditandai
dengan gejolak yang timbul dalam diri sendiri mengenai beberapa hal
seperti nilai-nilai. Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya
menghadapi gejolak tersebut
Konflik eksternal
ü Individu –Individu: konflik
yang dialami seseorang dengan orang lain
ü Individu –alam :
Konflik yang dialami individu dengan alam. Konflik ini
menggambarkan perjuangan individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri
dalam kebesaran alam.
ü Individu-
Lingkungan/ masyarakat : Konflik yang dialami individu dengan masyarakat atau lingkungan
hidupnya.
5) Seting :
Keterangan tempat, waktu dan suasana cerita
6) Plot :Jalan
cerita dari awal sampai selesai
ü Eksposisi :
penjelasan awal mengenai karakter dan latar( bagian cerita yang
mulai memunculkan konflik/ permasalahan)
ü Klimaks :
puncak konflik/ ketegangan
ü Falling
action: penyelesaian
7) Simbol :
digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian)
8) Sudut
pandang :Sudut pandang yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya.
ü Orang pertama:
penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, ini ditandai
dengan penggunaan kata ―aku‖. Penggunaan teknik ini menyebabkan
pembaca tidak mengetahui segala hal yang tidak diungkapkan oleh sang
narator. Keuntungan dari teknik ini adalah pembaca merasa menjadi bagian
dari cerita
ü Orang kedua:
teknik yang banyak menggunakan kata ‗kamu‘ atau ‗Anda.‘ Teknik ini jarang dipakai
karena memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
ü Orang ketiga:
cerita dikisahkan menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti: mereka
dan dia.
9) Teknik
penggunaan bahasa
Dalam menuangkan idenya,
penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga
segala pesannya sampai kepada pembaca. Selain itu, teknik penggunaan
bahasa yang baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang.
Teknik berbahasa ini misalnya penggunaan majas, idiom dan peribahasa.
18. Menyusun langkah-langkah membuat parafrase
puisi ke prosa.
parafrase puisi adalah
mengubah puisi dalam bentuk prosa/memprosakan puisi/mengartikan
(menceritakan)dalam prosa
Ada dua metode parafrase
puisi, yaitu
a. Parafrase
terikat ,yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan cara menambahkan
sejumlah kata pada puisi sehingga kalimat-kalimat puisi mudah dipahami.
Seluruh kata dalam puisi masih tetap digunakan dalam parafrase tersebut.
b. Parafrase
bebas,yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata
yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan.
Setelah kita membaca puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan,
kemudian menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.Dalam puisi tidak hanya
tiap larik puisi yang mempunyai pertalian makna, melainkan juga antar bait
dengan bait. Dengan begitu larik dan bait sebuah puisi akhirnya membentuk atu
keatuan makna yang utuh. Makna puisi: multiinterpretatif.
Langkah-langkah
parafrase:
1) Bacalah
berulang-ulang
2) Artikan
kata kiasan/kata sulit/simblolisasi jika ada
3) Tambahkan
kata atau frase tertentu yang sengaja dihilangkan penulisnya (jika perlu)
4) Tambahkan
tanda baca
5) Susun
dala bentuk kalimat-kalimat yang membentuk paragraf
19. Menilai prosa
PROSA Adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk
paragraf/bab/bagian yang memiliki koherensi/kesatuan pikiran Unsur
Instrinsik Prosa - Tema : gagasan/ide/dasar cerita - Alur :
tahapan cerita yang bersambungan. meliputi Pemaparan,
pertikaian, penggawatan, klimaks,peleraian. dilihat dari cara menyusun : alur
maju/lurus, alur mundur, alur sorot balik, alur gabungan. Dilihat dari
padu tidaknya cerita alur dibagi dalam alur rapat dan alur longgar
20. Mengapresiasi drama.
Ciri-ciri drama :
ü Terdapat
pemeran tokoh cerita
ü Dialog lebih
dominan dan ditampilkan dalam bentuk lisan
ü Dopentaskan
berupa gerak, mimik dan suara
ü Terdapat babak
dan adegan
ü Terdapat
gambaran panggung
ü Memiliki
properti
Tingkat apresiasi dalam pengertian ini dilihat dari daya tanggap,
pemahaman, pengkhayalan,dan ketrampilan. Dengan demikian menyangkut pula
pengertian tingkat kesiapan dalam menanggapi, memahami, menghayati, dan
keterampilan dalam tingkat apresiasi sastra. Menurut Mio (1991:19)
tingkat-tingkat apresiasi sastra drama, khususnya pembacaan drama dan
prosa dapat dibagi atas empat, yaitu:
1) Pembaca
yang telah dapat merasakan karya sastra itu sesuatu yang hidup,
dengan pelaku-pelakunya yang mengagumkan. Mereka telah dapat terbawa dalam
cerita atau drama yang sedang dibacanya, yang sering diiringi oleh ketawa,
menangis, membenci seorang pelaku, dan sebagainya.
2) Pembaca
yang telah dapat melihat dalamnya perasaan atau jika mereka telah
dapat mengungkapkan rahasia kepribadian para pelaku satu drama berarti
selangkah lebih maju dari pembaca di atas, Pada tingkat ini pembaca drama
tidak saja menikmati kejadian- kejadian dalam drama secara badaniah,
tetapi lebih banyak pada apa yang terjadi dalam pikiran pelaku.
3) Pembaca
drama yang telah dapat membandingkan satu drama dengan yang lain dan dapat
memberikan pendapatnya mengenai satu karya, juga telah dapat membaca
karya yang lebih sukar dengan kenikmatan.
4) Pembaca
yang telah dapat melihat keindahan susunan dialog, setting simbolis,
pemakaian kata-kata yang berirana yang disajikan oleh sastrawan, telah
mampu memberi respons pada daya sastra yang merangsang mereka berpikir dan
memberi respons pada seni yang disajikan sastrawan.
Tingkatan Apresiasi Sastra
Adapun tingkatan apresiasi sastra, Wardani (1981) membagi
tingkatan apresiasi sastra ke dalam empat tingkatan sebagai
berikut.
1) Tingkat
menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik kepada buku- buku
sastra serta keinginan membacanya dengan sungguh-sungguh, anak melakukan
kegiatan kliping sastra secara rapi, atau membuat koleksi
pustaka mini tentang karya sastra dari berbagai bentuk.
2) Tingkat
menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai
tumbuh pengertian, anak dapat merasakan nilai estetis saat membaca puisi
anak-anak, atau mendengarakan deklamasi puisi/prosa anak-anak, atau
menonton drama anak-anak.
3) Tingkat
mereaksi yaitu mulai ada keinginan utuk menyatakan pendapat tentang cipta
sastra yang dinikmati misalnya menulis sebuah resensi, atau berdebat dalam
suatu diskusi sastra secara sederhana. Dalam tingkat ini juga termasuk
keinginan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sastra.
4) Tingkat
produktif, yaitu mulai ikut menghasilkan ciptasastra di berbagai media masa
seperti koran, majalah atau majalah dinding sekolah yang tersedia, baik
dalam bentuk puisi, prosa atau drama.
Hasyim (1981)
mengemukakan bahwa cerita yang diberikan kepada anak
sebagai bahan belajar di Sekolah Dasar hendaknya memiliki ciri
sebagai berikut.
ü Bahasa yang
digunakan haruslah sesuai dengan tingkat
perkembangan bahasa anak.
ü Isi
ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian
anak.
Pada tahap pertama
(kelas 1-3 SD) , bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat
disamakan. Untuk selanjutnya ( kelas 4-6 SD) secara
berangsur-angsur akan kelihatan bahwa anak laki-laki
lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga, dan teknik, sedangkan anak
wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat kekeluargaan
dan sosial.
ü Hendaknya
jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi
mengutamakan pendidikan moral dan pembentukan watak.
(Dari berbagi sumber)
(Dari berbagi sumber)
Our Social Media